Penulis: Timotius J
Wisata budaya Manggarai dapat dikembangkan dengan model festival budaya beo. Festival budaya beo sejalan dengan perhatian Organisasi pariwisata dunia (UNWTO) terhadap kearifan lokal dalam pengembangan pariwisata. Demikian juga wisatawan global cenderung mencari pengalaman baru yang bersumber pada kearifan lokal.
Memang, tak dipungkiri bahwa pesona budaya memiliki daya tarik tersendiri bagi pariwisata. Bahkan, daya tarik budaya menjadi salah satu faktor penting pengembangan pariwisata. Bali, misalnya, tersohor tidak semata karena alam dan pantainya, tetapi juga karena budaya yang dihidupi oleh masyarakat setempat. Bagaimana masyarakat Bali hidup dalam kearifan budaya telah menjadi daya tarik tersendiri yang memikat wisatawan untuk mengunjungi Bali.
Manggarai memiliki potensi untuk mengembangkan wisata budaya. Keunikan budaya Manggarai pun telah dikenal luas. Misalnya, bentuk rumah adat Wae Rebo yang mendapat perhatian dunia internasional sebagai warisan UNESCO dan lingko lodok yang menginspirasi Pemda DKI Jakarta untuk menghadirkan system transportasi massal yang disebut Jak Lingko.
Beberapa tahun belakangan studi tentang budaya Manggarai makin ramai baik untuk tingkat sarjana maupun doktoral. Dalam dunia akademik, budaya Manggarai menjadi hal menarik untuk dikaji baik dengan pespektif emik maupun perspektif etik.
Mengembangkan dan memeromosikan wisata budaya berhadapan dengan gejala lunturnya nilai-nilai budaya. Dalam kehidupan sehari-hari banyak warisan budaya yang seakan tidak menarik untuk dirawat dan dipertahankan dan karena itu perlahan-lahan ditinggalkan. Ada kajian yang menunjukkan bahwa budaya yang dikenal orang muda adalah bayangan dari budaya yang dihidupi generasi sebelumnya. Nilai-nilai dan warisan budaya diabaikan dan digantikan dengan nilai-nilai dari luar.
Perjumpaan lintas budaya telah menjadi sesuatu yang biasa di tengah perkembangan global dewasa ini. Dan, budaya adalah sesuatu yang dinamis. Pengaruh dari luar turut menentukan bentuk budaya yang ada sekarang ini. Karena itu, otentisitas budaya menjadi taruhan dan kerap didiskusikan dalam bingkai perubahan budaya.
Globalisasi telah menjadikan dunia menjadi seperti satu kampung. Sekat dan jarak antara ruang dibuka dan kian dekat. Nilai-nilai dari luar silih berganti datang dan pergi. Karena itu, perjumpaan antara budaya menjadi hal yang wajar.
Menariknya, di tengah gelombang globalisasi tersebut, juga tampak kuat perhatian terhadap kearifan lokal. Keunikan satu budaya menjadi kian penting dan dicari. Hal ini merupakan peluang untuk pengembangan wisata budaya.
Orang Manggarai juga telah membuka diri dengan dunia luar. Nilai-nilai dari luar turut memberi andil bagi perubahan dan perkembangan budaya Manggarai. Misalnya, revitalisasi rumah adat juga terbantu karena sikap terbuka dengan dunia luar.
Di tengah hiruk pikuk wisata, pengembangan wisata tematik adalah jalan untuk menjaga dan merawat budaya. Keunikan budaya Manggarai (dan juga budaya lain) dapat dipromosikan di tengah tantangan homogenisasi kultural. Mengangkat budaya sebagai paket wisata dapat menjadi jalan untuk menggali dan memperbaharui nilai-nilai budaya.
Budaya Manggarai tentu saja dapat dikembangkan untuk wisata budaya. Budaya Manggarai dapat menjadi salah satu pilihan bagi wisatawan untuk menimba horisan baru dari budaya. Salah satu model wisata budaya yang dapat dikembangkan adalah festival budaya beo.
Beo adalah komunitas asali budaya Manggarai. Beo terdiri dari beberapa aspek yang menjadi satu kesatuan dan menjadi unsur hakiki terbentuknya beo. Setiap beo pasti memiliki rumah adat (mbaru gendang), halaman di tengah kampung (natas labar), mezbah sesajian (compang), kebun komunal (lingko randang), sumber air-mata air (wae teku), dan pekuburan (boa).
Perayaan dan ritual budaya, seperti congko longkap dan penti juga dilaksanakan dalam dan tak terpisahkan dengan beo. Demikian juga tarian dan semua seni tradisional, seperti caci, sanda dan mbata juga dipentaskan dalam rangkaian acara beo. Karena itu, wisata budaya yang setidaknya dapat melihat budaya secara holistic dan memberikan nuansa budaya Manggarai adalah festival budaya beo.
Festival budaya beo adalah merayakan budaya sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan dengan beo. Misalnya, untuk kemasan festival beo, rangkain acara penti dimeriahkan dengan tarian caci. Pertunjukan caci dilaksanakan pada siang hari dan malam hari diisi dengan pertunjukan seni budaya, sanda dan mbata. Dalam festival budaya beo ini, keunggulan dan kerajinan warga beo dapat ditampilkan seperti makanan tradisional dihidangkan selama festival berlangsung.
Festival budaya beo adalah peluang untuk revitalisasi budaya Manggarai oleh pelaku budaya sendiri. Dengan fetival budaya beo, budaya tetap dihidupi oleh masyarakat setempat dan serentak masyarakat terlibat dalam geliat pariwisata. Di sini, revitalisasi budaya dimulai dan tertuju pada beo.
Melalui festival budaya beo, keunikan budaya tetap dipertahankan sembari ditawarkan sebagai alternatif wisata tematik yang berbasis kearifan lokal. Juga, geliat wisata tidak hanya tentang keindahan alam semata tetapi juga pengalaman hidup bersama dalam kearifan budaya di komunitas asali budaya Manggarai, yaitu beo.