Kearifan penghasil kopi Bajawa juga menjadi daya tarik dari kopi yang sudah terdaftar sebagai produk indikasi geografis dengan nama Kopi Arabika Flores Bajawa. Rasasanya, menikmati aroma Kopi Arabika Flores Bajawa belum lengkap tanpa mengenal kearifan lokal masyarakat yang membudidayakannya.
Dalam kawasan destinasi wisata superprioritas Labuan Bajo ada beberapa jenis kopi yang sudah terdaftar sebagai produk indikasi geografis. Salah satunya adalah Kopi Arabika Flores Bajawa yang terdaftar sebagai produk indikasi geografis sejak tahun 2012. Dengan terdaftar sebagai produk indikasi geografis, Kopi Arabika Flores Bajawa mendapat pengakuan sebagai produk yang unik dan berbeda dengan kopi yang ada di wilayah lain di Indonesia. Selain itu, Kopi Arabika Flores Bajawa juga mendapat perlindungan hukum.
Kopi Arabika Flores Bajawa dibudidayakan antara Gunung Api Inerie dan Gunung Api Ebulobo. Wilayah sentra produksi Kopi Arabika Flores Bajawa berada di Kecamatan Bajawa dan Kecamatan Golewa. Masyarakat yang membudidayakannya dikenal sebagai orang Ngadha dengan beberapa kearifan lokal berikut ini.
Percaya kepada Dewa Zeta Nitu Zale
Masyarakat Ngadha memiliki kepercayaan asli, yaitu percaya kepada Wujud Tertinggi dan roh-roh yang disebut Dewa Zeta Nitu Zale. Dewa Zeta dapat dipahami sebagai Tuhan yang menjadi penguasa langit dan keberadaanya adalah suatu misteri yang tidak kelihatan. Dewa Zeta dapat mendatangkan kebaikan bagi manusia ketika berbuat baik. Namun, Dewa Zeta dapat juga mendatangkan mala petaka jika manusia berbuat tidak baik. Selain percaya kepada Wujud Tertinggi, orang Ngadha juga percaya pada roh-roh leluhur dan roh halus yang mendiami ruang dan tempat. Roh-roh leluhur dan roh halus juga turut menentukan kehidupan manusia.
Kearifan penghasil kopi Bajawa: sa’o sebagai pemersatu
Sa’o adalah sebutan untuk rumah adat Ngadha. Rumah adat Sa’o berbentuk seperti rumah panggung. Rumah panggung tersebut terbuat dari material kayu. Sa’o menjadi tempat berlangsungnya berbagai upacara budaya orang Ngadha. Tidak hanya sebagai tempat upacara budaya, sa’o juga menjadi pemersatu bagi warga suku. Karena itu, sa’o adalah tempat berkumpulnya keluarga dan tempat dibuatnya berbagai keputusan yang dihadiri oleh perwakilan keluarga.
Sistem kekerabatan matrilineal
Masyarakat yang membudidayakan Kopi Arabika Flores Bajawa memiliki sistem kekerabatan matrilineal. Matrilineal adalah system kekerabatan menurut garis keturunan ibu/perempuan. Dalam hal ini, kedudukan perempuan jauh lebih tinggi ketika menikah sehingga suami akan mengikuti sang istri.
Di Kabupaten Ngada, ada empat kecamatan yang menganut system matrilineal, yaitu Kecamatan Bajawa, Kecamatan Golewa, Kecamatan Aimere, dan Kecamatan Jerebu’u. Posisi dan kedudukan perempuan akan mewarisi seluruh harta kekayaan klannya. Anak hasil perkawinan matrilineal akan menghubungkan dirinya dengan kerabat ibu.
Hal ini berbeda dengan suku-suku lain di Flores yang sebagian besar menganut system kekerabaran patrilineal, seperti Manggarai, Ende, Lio, Sikka dan Lamaholot. Relatif jauh dari Ngada, satu suku lain yang menganut system matrilineal adalah Tanah Ai yang berada di Maumere Timur, Kabupaten SIkka.
Perayaan Reba
Salah satu kearifan lokal penghasil kopi Bajawa yang lain adalah perayaan tahun baru yang disebut pesta reba. Perayaan reba diadakan selama dua hari dan dua malam sebagai tanda syukur atas hasil pertanian. Selain itu, perayaan reba adalah momen pembersihan, serta memulihkan hubungan yang kurang baik.
Perayaan reba dikisahkan bermula dari keluarga petani yang hidup dengan bertanam ubi. Pada suatu hari ketika menggali ubi, mereka menemukan suatu keajaiban. Ubi tersebut sangat panjang. Mereka melihat hal itu sebagai pemberian leluhur dan dewa. Sesampai di kampung, ubi tersebut diarak dengan penuh kegembiraan di sekeliling kampung.
Acara reba ini biasanya dimulai dari Kampung Bena. Dari kampung Bena inilah ditentukan kapan acara Reba dilaksanakan. Perayaan reba dimulai dari minggu ketiga bulan Desember dan akan berlangsung hingga Maret dengan perbedaan antara beberapa hari hingga seminggu antara kampung yang satu dengan kampung yang lain.
Tarian Ja’i sebagai kearifan penghasil kopi Bajawa
Tarian ja’i adalah salah satu bentuk dari kerarifan lokal penghasil kopi bajawa. Tarian ini yang sudah ditetapkan sebagai salah satu warisan tak benda Indonesia ini lazimnya ditampilkan pada pesta budaya, sebagai ungkapan syukur dan kegembiraan. Secara tradisional, tarian ini dilakukan secara massal di tengah kampung.
Sebelumnya, tarian ini ditampilkan saat ritus Sa’o Nagaja. Belakangan ini, tarian ja’i juga ditampilkan saat perayaan-perayaan besar. Tarian semakin hikmat jika diikuti secara massal. Dalam tarian ini terlihat nilai sosial dan kebersamaan sebagai suatu harmoni.
Memiliki motif tenun yang khas
Mahakarya kaum perempuan di Flores adalah tenun dengan motif khas setiap suku. Kearifan penghasil kopi Bajawa antara lain juga adalah motif tenun yang khas. Motif tenunan khas Bajawa adalah berwarna hitam dan kuning. Motif tenun bajawa gambar rumah adat, kuda dan garis horizontal Warnanya lebih cerah. Kegiatan menenun disebut mane tenu/seda tenu yang khusus dilakukan oleh kaum perempuan. Kain tenun biasa digunakan pada acara-acara budaya.
Beberapa hal di atas sedikitnya memberikan gambaran tentang kearifan penghasil kopi Bajawa. Kopi Bajawa sudah menjadi salah satu pilihan bagi pencinta aroma kopi. Beberapa kearifan lokal ini kiranya dapat menambah informasi ketika sedang menyeruput kenikmatan Kopi Arabika Flores Bajawa.