Jak Lingko Jakarta Terinspirasi dari Sawah Laba-Laba

Jak Lingko telah dihadirkan sebagai system transportasi yang terintegarai di Jakarta. Nama Jak Lingko terinspirasi dari kerarifan lokal lingko lodok dalam budaya Manggarai. Tentang Jak Lingko tersebut, ada berapa informasi yang perlu diketahui terutama untuk menenal lingko lodok sebagai sumber inspirasi untuk system transportasi yang terintegrasi di Jakarta.

Nama Jak Lingko

Jak Lingko merupakan integrasi layanan trasportasi publik di Jakarta. Dilansir situs Pemeritah DKI, jakarta.go.id, Jak Lingko diambil dari dua makna kata, yaitu Jak yang berarti Jakarta dan Lingko yang bermakna jejaring atau integrasi. Nama ini dipilih terinspirasi dari system pembagian kebun komunal yang kemudian dijadikan areal persawahan di Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Jak Lingko adalah system transportasi terintegrasi baik rute, manajemen, maupun pembayarannya. Integrasi ini melibatkan bus besar, medium, dan kecil Transjakarta, serta transportasi berbasis rel yang dimiliki Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Seperti MRT dan LRT

Jak Lingko dicanangkan pada 29 September tahun 2021 oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Menteri BUMN RI Erick Thohir dan Menteri Perhubungan RI Budi Karya Sumadi. PT JakLingko Indonesia didirikan berdasarkan Pergub DKI Jakarta No 63 Tahun 2020 tentang Penugasan BUMD untuk menyelenggarakan Sistem Integrasi Pembayaran Antar Moda Transportasi.

Mengintegrasikan transportasi massal

Jakarta memang menjadi salah satu kota dengan populasi tinggi dan tersibuk di dunia. Kesibukan yang tinggi itu tampak juga dalam mobilitas warganya. Karena itu, populasi kendaraan terus bertambah dari tahun ketahun. Demikian pula sarana dan prasarana terus ditingkatkan.

Salah satu persoalan yang kerap menjadi perbincangan dan pemberitaan tentang Jakarta adalah system transportasi yang kerap dilanda kemacetan. Bahkan kota Jakarta dianggap sebagai kota dengan system transportasi yang buruk. Tidak heran, berbagai upaya telah dihadirkan untuk menyelesaikan masalah seputar transportasi Jakarta. Jak Lingko dihadirkan dengan tujuan untuk mengatasi persoalan tersebut.

Mengintegrasikan moda transportasi public bukalah hal mudah. Integrasi itu meliputi antara lain integrasi fisik halte dan stasiun, integrasi rute, jadwal dan pembayaran. Karen itu, Pemerintah DKI telah berupaya mewujudkan tranporstasi public yang terintegrasi melalui kehadiran Jak Lingko.

Dengan system ini, masyarakat lebih dimudahkan untuk mobilitas dengan transportasi umum. Dengan menggunakan kartu Jak Lingko, seseorang dapat berkeliling dengan menggunakan berbagai moda transportasi dengan biaya Rp.5.000,- untuk jangka waktu tiga jam.

Mengenal lingko lodok Manggarai

Jak Lingko terinspirasi dari pembagian kebun komunal yang membentuk jaring laba-laba. Pembagian itu itu merupakan kearifan lokal orang Manggarai yang bisa disebut lingko lodok. Bentuk pembagian seperti jarang laba-laba tersebut dapat ditemui hampir semua kebun komunal orang Manggarai. Hanya yang dikenal luas adalah hamparan sawah di seputaran Cancar, yang terdiri dari 48 lingko dengan luas masing-masing lingko kira-kira 4 ha.

Pola dari pembagian komunal komunal Manggarai adalah berupa garing panjang dari titik tengah yang disebut lodok hingga bidang terluarnya, yang disebut cicing. Pembagian berbentuk lodok tersebut bukan hanya untuk pembagian sawah. Jauh sebelum orang Manggarai mengenal persawahan, pembagian ini sudah ada di Manggarai. Orang Manggarai  mengenal persawahan relatif baru, yaitu sejak Raja Aleksander Baruk.

Melalui system lodok, pembagian tanah ulayat dibagai secara adil dan merata. Pembagian ini berdasarkan kesepakatan bersama dimulai dengan lonto leok (rapat warga kampung) di rumah adat. Pembagian lingko berbentuk lodok tersebut juga mengikuti bentuk rumah adat (mbaru gendang) yang berbentuk kerucut. Bagi orang manggarai rumah adat dan tanah ulayat adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Pembagian lingko lodok ini juga menggambarkan cara pandang orang Manggarai dalam relasi dengan Wujud Tertinggi, alam dan sesama manusia. Warisan pembagian ini masih dipertahankan hingga kini. Karena itu, pembagian berbentuk lodok ini menjadi ikon kearifan leluhur dalam pembagian tanah ulayat di Manggarai.

Tempat wisata sawah laba-laba, spider rice field

Salah satu tawaran wisata di Labuan Bajo adalah kearifan lokal lingko lodok. Pembagian dan bentuk tersebut telah masuk kategori persawahan unik di Asia Pasifik. Warisan pembagian tanah ulayat juga telah menjadi tujuan wisata unik.

Spot wisata lingko lodok yang kerap dikunjugi adalah areal persawahan di seputaran Cancar. Sudah banyak wisatawan yang menyambangi spot wisata lingko lodok Cancar, baik wisatawan lokal maupun manca negara. Letaknya tidak jauh dari jalan Trans Flores dan relatif dekat dengan Kota wisata  religi, Ruteng. Sawah lodok cancar menjadi destinasi yang cukup diminati yang ada di Manggarai.

Selain menikmati keindahan pulau dan pantai di Labuan Bajo, destinasi wisata yang satu ini juga bisa menjadi pilihan untuk mengenal kearifan lokal masyarakat setempat, selain hamparan padi yang hijau atau menguning yang siap panen.

Dari Lodok Cancar, perjalanan wisata bisa dilanjutkan ke Ruteng yang menawarkan nuansa religi atau berlanjut ke Wae Rebo untuk mengenal lebih jauh dan ada bersama masyaraka setempat yang mempertahankan warisan budayanya ditengah gempuran modernisasi.

Leave a Comment