Wisata Super Prioritas Labuan Bajo dan Inspirasi Beo

Penulis: Timotius J

Wisata super prioritas Labuan Bajo dapat menambah inspirasi tertentu bagi wisatawan. Misalnya, berwisata sembari menikmati hal-hal menakjubkan dari warisan budaya dan cara hidup orang Manggarai. Pesona budaya Manggarai yang unik bisa jadi akan menambah inspirasi hidup bagi wisatawan.

Wisata Super Prioritas Labuan Bajo

Wisata Labuan Bajo telah menjadi pilihan untuk menikmati liburan. Melihat langsung hewan purba komodo dan hewan liar lainnya di habitat alaminya, gugusan pulau, pantai eksotis, senja romantis, atau berenang dengan ikan pari Manta sembari menikmati keindahan bahwah laut telah memikat wisatawan semakin betah menghabiskan liburan di Labuan Bajo.

Masih berada dalam Kawasan Pariwisata Superprioritas Labuan Bajo, salah satu destinasi pariwisata yang sudah dikenal luas adalah Desa Wae Rebo. Baru-baru ini, Desa Wae Rebo meraih penghargaan desa wisata terbaik dalam Lomba Anugerah Desa Wisata Indonesia 2021 yang digelar Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk Kategori Daya Tarik Wisata. Sebelumnya, Desa Wae Rebo sudah mendapat pengakuan dari UNESCO sebagai situs warisan budaya dunia pada tahun 2012.

Desa Wae Rebo adalah salah satu desa tertinggi di Indonesia, yaitu berada di ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut. Di atas ketinggian itu, wisatawan dapat menimba inspirasi dari warisan leluhur Manggarai, yakni rumat adat Mbaru Gendang yang berbentuk kerucut. Mbaru Gendang memiliki keunikan dari berbagai aspeknya. Orang Wae Rebo masih menjaga dan mempertahankan cara hidup leluhurnya.

Pesona wisata Labuan Bajo sebenarnya tidak hanya sebatas pesona alam di Kawasan Taman Nasional Komodo. Pesona lain yang juga dapat menjadi pilihan adalah warisan budaya masyarakat setempat.

Mbaru Gendang tidak berdiri sendiri

Mengunjungi Mbaru Gendang (rumah adat orang Manggarai) saja belum cukup. Sebab,  dalam budaya Manggarai, rumah adat tidak berdiri sendiri. Seturut kosmologi orang Manggarai, Mbaru Gendang berada dalam kesatuan yang integratif dengan beberapa aspek lainnya.

Di depan mbaru gendang, wisatawan akan menjumpai natas labar dan compang. Natas labar adalah ruang terbuka yang menjadi tempat di mana orang Manggarai biasa berbagi kisah dan merayakan kebersamaan. Jika beruntung, wisatawan dapat menyaksikan pementasan tarian caci di natas labar sebagai salah satu tarian unik warisan budaya Manggarai.

Sembari menikmati kehangatan dan keramahan warga kampung di tengah natas labar, sempatkan juga barang sebentar untuk mengenal compang dari dekat. Compang adalah mesbah untuk memberikan penghormatan kepada Wujud Tertinggi dan roh penjaga (naga golo) yang senantiasa menjaga dan menjadi sumber kekuatan.

Wisatawan juga perlu merasakan sensasi kesejukan mata air di wae teku, yaitu tempat warga kampung menimba air. Setiap kampung di Manggarai memiliki wae teku masing-masing. Acara budaya yang dilaksanakan di wae teku adalah barong wae.

Mengakhiri perjalanan wisata budaya Manggarai tidak lengkap kalau tidak menikmati hamparan padi di lingko lodok. Kini, cukup dikenal luas adalah lodok Cancar. Letaknya tidak jauh dari jalan negara lintas Flores. Sudah banyak wisatawan yang mengunjungi spot wisata lodok Cancar ini.

Lingko adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan orang Manggarai. Lingko umumnya dibagi menyerupai jaring laba-laba. Keberadaan lingko selalu dalam kesatuan dengan mbaru gendang. Kesatuan itu ditegaskan dalam uangkapan yang familiar bagi orang Manggarai, yaitu gendang one, lingko peang.

Ketika ingin mengunjungi kampung di Manggarai, hal lain yang perlu juga diketahui adalah boa. Boa umumnya tidak jauh dari kampung. Orang yang sudah meninggal diyakini tetap berada dalam hubungan yang tak terpisahkan dengan yang masih hidup. Orang yang sudah meninggal hidup di kampung yang lain, tidak jauh dari kampung sanak kerluarga yang masih hidup dunia.

Inspirasi beo

Bagi orang Manggarai, kampung (beo) merupakan komunitas asali seseorang. Masing-masing beo berdiri sendiri. Beo merupakan kesatuan integratif dari beberapa aspek di atas, yaitu mbaru gendang (rumah adat), natas labar (halaman di tengah kampung), compang (mesbah), wae teku (sumber air), lingko (kebun komunal)  dan boa (pekuburan). Berbagai acara budaya Manggarai diselenggarakan dan tidak terpisahkan dengan beo.

Jakarta telah mengadopi kearifan lokal Manggarai untuk menata jaringan transportasi yang disebut Jack Lingko. Terinspirasi jaring laba-laba dari lingko lodok, Jakarta menghadirkan jaringan tranpostrasi sebagai satu kesatuan yang integratif.

Mengunjungi beo sambil menikmati panorama baru adalah jalan yang tepat untuk mengenal budaya Manggarai dari dekat. Mengalami nuansa budaya Manggarai di salah satu beo bisa jadi akan memberikan inspirasi dan horison melihat hidup selanjutnya.

Bersama budaya Manggarai, wisatawan merayakan hidup sebagai anugerah Sang Pencipta dan selalu dalam keterjalinan relasi dengan sesama ciptaan yang lain.

Leave a Comment